Telaga Harapan
Ciiiiiiitt...braaaakk.....
“Suara apa itu
Ra?” teriak Sisi yang sedang memasak di dapur.
“Si, Nina
ditabrak mobil” Ara menghampiri Sisi dengan wajah pucat.
“Apa?!” Sisi
langsung mematikan kompor dan segera lari keluar rumah. Benar saja Nina tergeletak
diaspal dengan bersimbah darah dan tidak sadarkan diri.
“Terus yang
nabrak kemana,kabur?” tanya Sisi panik.
“Iya Si, tadi ketika
aku keluar orangnya sudah tidak ada” Ara semakin pucat melihat keadaan Dewi.
“Ya sudah cepat
ambil motor kita bawa Nina ke puskesmas” kata Sisi.
Untung
saja letak rumah mereka dengan puskesmas hanya berjarak tiga kilometer, jadi
tidak memerlukan waktu lama untuk sampai disana. Setelah Nina selesai diperiksa,
dokter memberitahukan bahwa keadaan Nina baik-baik saja, dia hanya mengalami
gegar otak ringan.
“Syukurlah,
terima kasih Dok” Sisi menjabat tangan dokter.
Walaupun
dokter sudah memberitahukan bahwa keadaan Nina baik-baik saja tetapi masih ada
yang membuat hati Sisi gelisah.
“Kamu kenapa Si,
dari tadi mondar-mandir?” Ara akhirnya membuka mulut karena terganggu dengan
sikap Sisi.
“Aku masih
penasaran sama orang yang menabrak Nina Ra. Bagaimanapun caranya kita harus
menemukan orang itu. Dia harus bertanggung jawab atas semua yang dia perbuat”
kata Sisi emosi.
“Menurut aku kita
tidak perlu memperpanjang masalah ini Si, toh
Nina juga baik-baik saja” Ara mencoba menenangkan.
“Si, Ra, bagaimana
keadaan Nina?” tanya Eka yang tiba-tiba muncul dari balik pintu, membuat kedua
sahabatnya itu menghentikan sejenak perdebatan mereka.
“Nina baik-baik
saja, kata dokter hanya gegar otak ringan” jawab Ara.
Sisi,
Ara dan Eka adalah tiga orang sahabat yang sangat solid. Mereka sudah saling mengenal sejak duduk di kelas 1 SMP.
Tiga orang sahabat ini mempunyai jiwa sosial yang sangat tinggi. Bahkan ketika duduk
di kelas 2 SMA mereka berhasil mendirikan sebuah sekolah yang menampung
anak-anak jalanan disebuah desa terpencil di Kota Bandung. Walaupun sekolah itu
tidak sebesar sekolah-sekolah lain didesa tersebut tetapi fasilitasnya lumayan
lengkap. Tidak mudah bagi ketiga sahabat itu untuk mendirikan sekolah yang diberi nama Telaga
Harapan ini. Mereka harus menabung selama lima tahun untuk bisa membangun
sekolah ini, tentu saja dengan sedikit bantuan dari orang tua mereka. Sekarang
sudah banyak pihak swasta yang memberikan bantuan untuk Telaga Harapan. Enam
tahun sudah sekolah itu didirikan, dan sekarang muridnya mencapai 56 siswa,
salah satunya adalah Nina. Semua anak jalanan yang tinggal disana adalah anak
yatim piatu, jadi ketiga sahabat itu terpaksa membeli sebuah rumah didekat
Telaga Harapan supaya mudah mengawasi anak-anak dan juga memberikan perhatian yang
lebih kepada mereka.
“Kamu kenapa Si?”
tanya Eka.
“Pokoknya kita
harus cari tahu siapa orang yang menabrak Nina titik” Sisi kembali emosi
mendengar pertanyaan itu.
“Sebentar, jadi
Nina korban tabrak lari?” Eka bingung.
“Iya Ka, tadi
orang yang menabrak Nina sudah tidak ada ketika aku keluar” jelas Ara.
“Tadi kamu kemana
sih, kok Nina bisa keluar dari sekolah?” lanjut Ara.
“Maaf, tadi
anak-anak aku tinggal sebentar ke warung untuk membeli obat sakit kepala. Jadi
aku tidak tahu kalau Nina pergi dan anak-anak juga tidak ada yang kasih tahu
aku” Eka menjelaskan dengan wajah penuh penyesalan.
“Sudahlah, itu
tidak penting yang penting sekarang kita harus lapor polisi supaya kita mudah
mencari tahu siapa yang menabrak Nina” lagi-lagi Sisi emosi.
“Iya Si, aku
setuju sama kamu. Ya sudah Ra, kamu jaga Nina. Aku sama Sisi pergi dulu” kata
Eka. Ara ingin meredam emosi sahabatnya itu tetapi tidak ada kesempatan karena
mereka berdua langsung berhambur keluar ruangan.
“Haaah..ya
sudahlah” Ara pasrah.
Karena jarak desa mereka dengan kantor
polisi lumayan jauh maka Sisi dan Eka memerlukan waktu satu jam untuk bisa
sampai disana. Setelah tiba dikantor polisi mereka langsung melaporkan kejadian
tadi siang dengan sedetail mungkin.
Tetapi polisi sedikit kesulitan karena Sisi dan juga Eka tidak mempunyai
petunjuk satu pun tentang orang yang menabrak Nina.
“Apakah tidak ada
saksi?” tanya polisi.
“Saya juga kurang
tahu Pak, menurut sahabat saya, tidak ada orang sama sekali ketika ia keluar”
jelas Sisi.
“Ya baiklah,
sementara pengaduan Anda saya tampung. Mohon besuk Anda datang kesini lagi
bersama rekan Anda, Ara” kata polisi.
“Iya Pak, terima
kasih” jawab Sisi dan Eka hampir bersamaan.
Keesokan harinya ketiga sahabat itu
datang ke kantor polisi dengan membawa seorang saksi. Ternyata waktu kejadian
tabrak lari itu ada seorang warga yang melihat semua kejadian dengan jelas.
“Siang Pak, kami
kesini membawa saksi. Pak Agus silahkan” ucap Eka.
Pak
Agus pun duduk dan polisi memberikan berbagai pertanyaan berhubungan dengan
tabrak lari tersebut.
“Sebenarnya saya
takut Pak menyebutkan nama orang yang menabrak Nina” jelas Pak Agus.
“Tidak perlu
takut Pak Agus kami akan menjaga identitas Anda” polisi tersebut menenangkan
Pak Agus.
“Orang itu adalah
orang yang berpengaruh di desa kami Pak. Jika ada orang yang berbuat
macam-macam sama dia maka bisa dijamin kehidupan keluarganya tidak akan tenang.
Dia tidak segan-segan menyakiti orang lain yang sudah mengusik hidupnya.
Sebenarnya warga juga tidak tahan dengan sikap dia, tapi mau bagaimana lagi
kami tidak punya nyali” jelas Pak Agus panjang lebar. Mendengar penjelasan Pak
Agus, ketiga sahabat itu saling berpandangan satu sama lain. Sepertinya mereka
tahu siapa orang yang menabrak Nina.
“Baiklah, kembali
ke masalah awal. Jadi siapa nama orang yang sudah menabrak Nina?” tanya polisi
untuk kesekian kalinya.
“Namanya,
Di..di..” ucap Pak Agus sedikit gemetar.
“Baik, terima
kasih atas kerjasamanya. Malam ini kami
akan menyelidiki kasusnya” kata polisi mengakhiri introgasi tersebut.
Pukul sembilan malam ada dua orang
polisi yang datang kerumah tiga sahabat itu dan memberi tahu bahwa Pak Didi
terbukti bersalah. Betapa terkejutnya mereka. Memang Pak Didi terkenal jahat di
desa Sukosari ini, sifatnya yang tidak berperikemanusiaan itu membuat warga
resah. Pak Didi juga sudah berulang kali membuat fitnah tentang Telaga Harapan,
dan juga mengatakan kalau Telaga Harapan hanyalah sekolah sampah. Banyak cara
yang sudah ia lakukan untuk menggusur Telaga Harapan dan tak satu pun dari
usaha tersebut yang berhasil. Tetapi kali ini lain, ketiga sahabat itu tak
pernah menyangka kalau usaha Pak Didi akan sejauh ini. Keesokan harinya mereka menerima kabar kalau
Pak Didi dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
“Akhirnya, kita bisa
hidup tenang” kata Sisi.
“Haaahh, warga
juga pasti senang” sahut Eka. Ara hanya tersenyum mendengarnya.
“Oh iya, hari ini
kan Nina sudah boleh pulang. Bagaimana kalau kita menyiapkan pesta
kecil-kecilan untuk menyambut dia?” usulan Ara itu langsung disambut acungan
dua jempol oleh sahabatnya.
Bahagia. Itulah kata yang bisa
menggambarkan suasana hati Sisi,Ara dan Eka. Bagi mereka berbagi adalah salah
satu kebahagiaan yang tak tergantikan. Telaga Harapan akan menjadi simbol
persahabatan mereka dan juga salah satu sumber kebahagiaan ketiga sahabat itu
juga orang yang tinggal di dalamnya.