Rabu, 11 Februari 2015

Tips Menulis Cerpen


Tips Menulis Cerpen
Kadang para pemula itu malas untuk menulis dikarenakan sulitnya merangkai setiap kata yang ada dipikirannya. Juga ide yang tiba-tiba muncul dan tenggelam begitu saja. Disini saya akan seditik berbagi tips menulis cerpen bagi pemula.(referensi dari http://bahasa.kompasiana.com/2013/02/13/delapan-langkah-menulis-cerpen-untuk-pemula-533368.html)
1. Menangkap ide
Langkah awal agar bisa menulis sebuah cerita adalah memiliki ide cerita. Ide cerita tidak harus yang rumit-rumit. Kejadian sehari-hari yang dilihat atau dialami bisa menjadi ide cerita. Ide ini dapat juga dijadikan judul cerita. Misalnya melihat seorang gadis sedang menyapu halaman. Itu bisa menjadi ide cerita sekaligus dapat dijadikan judul, “Gadis Penyapu Halaman”. Kalau judulnya dirasa kurang pas, bisa diganti dengan judul yang lain.

Rabu, 04 Februari 2015

Cerpen Remaja

12 RASA 12 DERITA

Teng...teng...teng...
Mendengar bel pulang Marsha adalah orang pertama yang keluar kelas bahkan sebelum Bu Nina mengakhiri pelajarannya.
“ Marsha mau kemana kamu? saya belum menutup pelajaran,” tanya Bu Nina.
“ Iya Bu maaf, soalnya saya buru-buru nenek saya sekarang koma,” jawab Marsha dengan tampang melas.
Rara sahabat Marsha dari SMP hanya bisa bengong ditempat duduknya mendengar perkataan Marsha ‘bukannya nenek Marsha udah meninggal?’ batin Rara.
“ Oh gitu ya, ya udah kamu boleh pulang semoga nenek kamu cepet sembuh ya?”
Marsha memang sangat cerdik dan cekatan. Walaupun masih 5 bulan dia sekolah di SMA Perdana tapi dia sudah mengenal seluk beluk SMA tersebut dengan sangat baik. Dan dia juga tahu kalau Bu Nina adalah guru yang paling mellow. Jadi kalau pengen bolos terus kepergok sama guru satu ini kita tinggal kasih alasan yang paling mengharukan. Beres deh semua urusan.

Cerpen Sosial

Rumah Malaikat Kecilku

“Ayah, ini bagaimana caranya?” tanya anak berusia 5 tahun yang bernama Eka sambil menunjuk soal yang dimaksud. Belum sempat sang ayah menjawab pertanyaan tersebut tiba-tiba terdengar teriakan lain.
“Ayah,Ayah, lima dikurangi tiga berapa?” kali ini Ima yang bertanya.
Dengan sabar sang Ayah menjawab satu per satu pertanyaan malaikat-malaikat kecil itu. Ketika ia menjawab pertanyaan tiba-tiba terdengar suara tangisan, jeritan, gaduh, serta suara lain yang anehnya tak pernah membuatnya marah, justru hal itulah yang membuat ia semakin jatuh cinta pada mereka.
Seperti itulah keadaan pondok pintar setiap harinya. Sejatinya malaikat-malaikat kecil itu bukanlah anak kandung Pak Dian melainkan anak asuh. Kepedulian sosialnya sangatlah tinggi. Ia beserta saudaranya mendirikan pondok pintar yang dikhususkan untuk anak jalanan dan kurang mampu. Menyaksikan keceriaan anak-anak itu tiba-tiba ingatan Pak Dian melayang ke 40 tahun silam.

Cerpen Remaja

Carried My Heart

Cuaca hari ini sangat cerah, matahari bersinar begitu terang memberikan kehangatan untuk semua insan di dunia, dan kehangatan itu semakin menambah semangatku. Hari ini aku berangkat sekolah dengan status yang berbeda. Kenalin aku Bulan, remaja dengan segudang bakat. Tinggi, putih, rambut lurus sebahu, dan ini adalah bagian yang paling aku suka yaitu mata. Kata orang mataku cantik, kata orang mataku mampu meyakinkan orang lain saat aku memaparkan gagasan, kata orang mataku mampu menggoyahkan pendirian, dan masih banyak mampu-mampu yang lain. Aku juga tergabung dalam ekstra beladiri di sekolahku, prestasi terakhir yang aku raih yaitu juara satu beladiri tingkat nasional, juara satu menulis cerpen tingkat provinsi , juara dua piano klasik tingkat nasional dan aku juga merupakan salah satu duta pariwisata dikotaku.

Cerpen Remaja

The Journey of My Love

Aku masih ingat ketika kita berkenalan. Caramu memandangku membuat hatiku berdesir, semua kata-kata yang keluar dari mulutmu begitu manis, dan ketika kau mengajukan pertanyaan itu jadilah aku tak bisa tidur semalaman untuk memikirkan jawabannya. Bayangin saja aku baru mengenalmu satu bulan lamanya dan kau berhasil memikat hatiku dengan penampilanmu. Salahkah aku jika hanya bisa memandangmu dari penampilan saja? Kalau melihat kondisiku juga hubungan kita nampaknya jawaban yang tepat adalah,ya. Suara gemercik air selalu berhasil menenangkan hatiku. Ya, disinilah aku sekarang. Ditempat kita saling berbagi tawa, suka dan duka. Semua masih tersimpan dengan baik di memory ku dan sungai inilah yang menjadi saksi bisu cinta kita.
“Ghea!!!” suara teriakan seseorang membuyarkan lamunanku, ku palingkan wajahku dan kudapati Cila sedang berjalan kearahku sambil mengatur nafasnya.
“Astaga, gue nyari lo kemana-mana ternyata lo disini. Kenapa sih lo nggak bawa hp, bikin orang kesel aja” Cila duduk disebelahku. Cila adalah sahabatku sejak aku menjadi siswa di SMP Melati, walaupun kami baru bersahabat tapi kami sudah memahami karakter masing-masing.
“Iya, iya maaf” jawabku lesu.
“Haaah, syukur deh lo masih hidup gue kira lo frustasi gara-gara putus sama Reno terus lo bunuh diri“ ucap Cila dengan wajah innocent.
Aku tidak menghiraukan Cila. Pikiranku masih kacau, ini semua gara-gara Reno dia adalah mantan pacarku. Satu setengah tahun aku berpacaran dengannya dan baru kemarin kita putus. Kadang aku menyesali perasaanku padanya, jujur aku masih sangat menyayangi Reno tapi akhir-akhir ini dia banyak berubah, kasar, cuek,sering mengingkari janji dan tidak perhatian lagi padaku. Bahkan sampai sekarang aku masih mencari tahu penyebab Reno berubah, entah mengapa ada yang ganjil dari perubahan sikapnya.
“Ghe?“ panggilan Cila membuyarkan lamunanku.
“La,gue nggak bisa kayak gini. Lo harus bantu gue cari informasi tentang keluarga Reno“ ucapku.
“Maksudnya? Kenapa yang lo cari informasi tentang keluarganya?“ Cila memiringkan wajahnya menatapku.
“Gue juga nggak tahu. Lo mau kan bantu gue?“ jawabku.
“Iya, apa sih yang nggak buat sohib gue ini“
Hari sudah sore aku dan Cila kembali kerumah. Kuambil hp dan kuceritakan semua masalahku pada Rika, dia adalah teman Reno satu kelas jadi akan lebih mudah jika meminta bantuan padanya untuk mengumpulkan informasi tentang Reno. Beberapa hari setelah itu Rika mengirimiku SMS dan mengatakan kalau ada adik kelas yang sedang dekat dengan Reno, Rika juga memberiku nomor hp cewek itu. Segera saja aku menelfon nomor itu. Ternyata benar dia menyukai Reno tapi mereka tidak pernah pacaran, namanya May. Justru setelah mengetahui masalahku dia menawarkan diri untuk membantuku mencari tahu tentang Reno. Keesokan harinya  May memberikan informasi yang berhasil membuatku tidak bisa fokus kepelajaran.

Cerpen Remaja


Cinta Merpati

“Marco!!” terdengar suara mama membangunkanku. Tapi aku tidak gentar, sekalipun suara mama bisa terdengar sampai ke ujung jalan kompleks rumahku. Mama memang benci sama kebiasaanku yang satu ini. Susah bangun. Ya, kenalin namaku Marco tanpa nama belakang singkat, padat,jelas, dan ‘penuh makna’ katanya. Aku baru lulus SD tahun kemarin dan sekarang aku sudah resmi menjadi anak SMP. Aku suka dengan duniaku saat ini, dunia remaja yang penuh fantasi, lebih tepatnya fantasi asmara. Sekolahku termasuk salah satu sekolah favorit dikotaku, dan aku aktif ikut pramuka disana.
“Marco!ayo cepat bangun!” ternyata mama sudah masuk ke kamarku dan menarik selimutku supaya aku cepat bangun.
“Aduh ma, ini kan hari minggu biarlah anakmu ini bangun agak siangan dikit,” erangku.
“Nggak bisa pokoknya kamu harus bangun. Tuh..kamu nggak malu sama Binar, dia udah nungguin kamu dari tadi”. Mendengar nama itu aku langsung bangun. Aku baru ingat kalau hari ini ada jadwal renang.
“Astaga, aku lupa hari ini kan jadwal aku renang ma, ya udah aku mandi dulu mama tolong bilangin ke Binar dulu ya” aku mendorong mamaku lembut supaya cepat keluar.
            10 menit kemudian aku turun.

Rabu, 28 Januari 2015

Cerpen Remaja

Sajadah yang Tertukar

            Sudah sejak 3 jam yang lalu aku duduk termenung di gazebo belakang rumah. Gara-gara kepikiran sama masalah di sekolah tadi, semua jadwalku jadi berantakan. Kursus kimia yang biasanya selalu aku tunggu-tunggu tadi jadi terasa hambar. Itu semua gara-gara si biang kerok Anita yang nyebarin gosip di sekolah kalau aku pacaran sama cowoknya Dina yang notabene adalah sahabatku sendiri. Ya jelaslah Dina langsung marah padaku, pasti sekarang dia berfikir kalau aku ini pengkhianat.’Allahu Akbar... Allahu Akbar....’ suara adzan membuyarkan lamunanku. Aku segera ambil air wudhu dan menuju ke masjid. Bagiku masjid adalah tempat yang bisa menyejukkan hati,disana aku bisa mengadu kepada Allah tentang semua masalahku dan minta petunjukNya. Pokoknya kalau sudah menginjakkan kaki di masjid rasanya sulit untuk dijelaskan. Saat aku menuju pintu masuk untuk perempuan tiba-tiba ada seorang nenek yang jatuh,reflek aku lempar sajadahku di lantai dan berlari untuk menolong nenek itu. Dan tidak disangka ada laki-laki yang juga ikut menolong  nenek itu. Kami berdua membantu nenek untuk berdiri.
“Nenek nggak papa kan?”tanya kami berdua hampir bersamaan.
“Iya nak nenek nggak papa, makasih ya. Kalian kok kompak banget?kayaknya cocok” goda sang nenek.
“Nenek bisa saja, itu kan Cuma kebetulan. Ayo kita masuk nek”jawabku salah tingakah.
Aku segera mengambil sajadah yang tadi kulempar begitu saja. Setelah sampai disana aku bingung ‘loh kok sajadahnya ada dua, sama persis lagi. Trus punyaku yang mana?’tanyaku dalam hati. Dan kebingunganku semakin bertambah ketika laki-laki tadi mendekat kearahku. ‘Aduh apa aku tadi berbuat salah ya sama dia?’batinku.
“Permisi mbak saya mau ngambil sajadah. Eh..kok sama, sajadah mbak yang mana?”
“Em...yang ini”aku menunujuk salah satu sajadah yang aku sendiri tidak yakin kalau itu sajadahku, lalu aku segera berlalu.
            Jam menunjukkan pukul 21.20 WIB tapi aku masih belum bisa tidur. Masalah di sekolah tadi benar- benar menyita waktuku. Pokoknya besok aku harus menjelaskan semuanya sama Dina, tekadku dalam hati. Lalu aku mencoba untuk memejamkan mata, tapi malah kebayang sama laki-laki tadi. Reflek aku bangun dan mengambil sajadah tadi. Ada keganjalan dihatiku, rasanya aku familiar sama parfum ini tapi aku kan nggak punya parfum seperti ini. Lantas milik siapa? Aku mencoba mengingat,dan....
“Astaghfirllah ini pasti tertukar sama milik dia. Aduh bagaimana ini, gimana kalau dia besok nggak kemasjid?trus aku giamna ngebalikinnya?”berbagai pertanyaan menyerbu otakku.
“Semoga besok dia datang”. Aku terlelap pukul 01.00 WIB.
            Pagi ini aku merasakan aura berbeda. Sengaja aku hari ini datang lebih pagi karena aku ingin segera bertemu dengan Dina dan menjelaskan semuanya sama dia. Sampai depan kelas ternyata Dina sudah ada disana.
“Din, aku mohon kamu dengerin dulu penjelasan aku, jangan dipotong sebelum aku selesai bicara. Din, dengerin aku nggak ada apa-apa sama Anton. Aku berani bersumpah kalau aku nggak pacaran sama dia, lagian kaamu tahu sendiri kan kalau dia itu bukan tipe aku banget selain itu aku nggak mungkin ngerebut pacar sahabat aku, kamu percaya kan? Aku minta maaf ya” jelasku panjang lebar.
“Iya aku percaya sama kamu kita itu sahabatan sudah 5 tahun masa bisa rusak Cuma gara-gara laki-laki. Iya aku maafin kamu aku juga minta maaf karena kemarin sempet marah”
“Alhamdulilah...”
            Hari ini aku pulang lebih awal ‘masalah yang satu udah selesai tinggal satu masalah lagi’ batinku. Tak terasa sudah waktunya bertatap muka dengan Allah lagi,maghrib. Segera kuambil air wudhu dan berangkat ke masjid. Aku menunggu dia di halaman masjid sampai iqomah berkumandang dia belum juga muncul. Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam.
            Diperjalanan pulang aku melamun memikirkan sajadah ini. Tiba-tiba ada seseorang yang menyapaku,
“Assalamu’alaikum” aku bengong untuk beberapa detik.’kapan dia berdiri disampingku?’
“Wa’alaikumsalam”jawabku agak salah tingkah. Subhanallah dia santun sekali, sebenarnya kau sudah tertarik sama laki-laki ini sejak malam itu tapi aku nggak punya keberanian untukbberkenalan lebih dulu.
“Mbak kok bengong,mikirin sesuatu ya? Tanyanya membuyarkan lamunanku.
“Nggak kok,eh..maksudnya..iya. iya aku mikirin sesuatu. Tentang sajadah ini kamu nggak merasa ada yang ganjil dengan sajadah yamg kamu bawa?” jelasku.
“Iya sih, kemarin waku saya pakai shalat saya seperti mencium parfum yang bukan milik saya, apa jangan-jangan..”
“Sajadah kita tertukar” ucap kami hampir bersamaan, kami tertawa.
“ Kok bisa ya..ini punya kamu” kami saling tukar sajadah.
“Eh, ngomong-ngomong kita udah akrab gini tapi aku belum tau nama kamu ya?” tanyanya.
“Nayla”jawabku sambil menelangkupkan tangan didepan dada.
“Edo, salam kenal” dia melakukan hal yang sama sepertiku.
            Sejak hari itu hubungan kami jadi semakin dekat. Dan sampai tiba waktunya Edo berjanji padaku bahwa selesai kuliah nanti dia akan melamarku. Alhamdulilah..janji Allah memang benar-benar nyata usahaku selama ini untuk menjaga diri dari yang namanya pacaran berbuah manis Allah juga memberikan calon suami yang belum pernah pacaran untukku.

TAMAT

Cerpen Sosial


Telaga Harapan
Ciiiiiiitt...braaaakk.....
“Suara apa itu Ra?” teriak Sisi yang sedang memasak di dapur.
“Si, Nina ditabrak mobil” Ara menghampiri Sisi dengan wajah pucat.
“Apa?!” Sisi langsung mematikan kompor dan segera lari keluar rumah. Benar saja Nina tergeletak diaspal dengan bersimbah darah dan tidak sadarkan diri.
“Terus yang nabrak kemana,kabur?” tanya Sisi panik.
“Iya Si, tadi ketika aku keluar orangnya sudah tidak ada” Ara semakin pucat melihat keadaan Dewi.
“Ya sudah cepat ambil motor kita bawa Nina ke puskesmas” kata Sisi.
Untung saja letak rumah mereka dengan puskesmas hanya berjarak tiga kilometer, jadi tidak memerlukan waktu lama untuk sampai disana. Setelah Nina selesai diperiksa, dokter memberitahukan bahwa keadaan Nina baik-baik saja, dia hanya mengalami gegar otak ringan.
“Syukurlah, terima kasih Dok” Sisi menjabat tangan dokter.
Walaupun dokter sudah memberitahukan bahwa keadaan Nina baik-baik saja tetapi masih ada yang membuat hati Sisi gelisah.
“Kamu kenapa Si, dari tadi mondar-mandir?” Ara akhirnya membuka mulut karena terganggu dengan sikap Sisi.
“Aku masih penasaran sama orang yang menabrak Nina Ra. Bagaimanapun caranya kita harus menemukan orang itu. Dia harus bertanggung jawab atas semua yang dia perbuat” kata Sisi emosi.
“Menurut aku kita tidak perlu memperpanjang masalah ini Si, toh Nina juga baik-baik saja” Ara mencoba menenangkan.
“Si, Ra, bagaimana keadaan Nina?” tanya Eka yang tiba-tiba muncul dari balik pintu, membuat kedua sahabatnya itu menghentikan sejenak perdebatan mereka.
“Nina baik-baik saja, kata dokter hanya gegar otak ringan” jawab Ara.
Sisi, Ara dan Eka adalah tiga orang sahabat yang sangat solid. Mereka sudah saling mengenal sejak duduk di kelas 1 SMP. Tiga orang sahabat ini mempunyai jiwa sosial yang sangat tinggi. Bahkan ketika duduk di kelas 2 SMA mereka berhasil mendirikan sebuah sekolah yang menampung anak-anak jalanan disebuah desa terpencil di Kota Bandung. Walaupun sekolah itu tidak sebesar sekolah-sekolah lain didesa tersebut tetapi fasilitasnya lumayan lengkap. Tidak mudah bagi ketiga sahabat itu untuk  mendirikan sekolah yang diberi nama Telaga Harapan ini. Mereka harus menabung selama lima tahun untuk bisa membangun sekolah ini, tentu saja dengan sedikit bantuan dari orang tua mereka. Sekarang sudah banyak pihak swasta yang memberikan bantuan untuk Telaga Harapan. Enam tahun sudah sekolah itu didirikan, dan sekarang muridnya mencapai 56 siswa, salah satunya adalah Nina. Semua anak jalanan yang tinggal disana adalah anak yatim piatu, jadi ketiga sahabat itu terpaksa membeli sebuah rumah didekat Telaga Harapan supaya mudah mengawasi anak-anak dan juga memberikan perhatian yang lebih kepada mereka.
“Kamu kenapa Si?” tanya Eka.
“Pokoknya kita harus cari tahu siapa orang yang menabrak Nina titik” Sisi kembali emosi mendengar pertanyaan itu.
“Sebentar, jadi Nina korban tabrak lari?” Eka bingung.
“Iya Ka, tadi orang yang menabrak Nina sudah tidak ada ketika aku keluar” jelas Ara.
“Tadi kamu kemana sih, kok Nina bisa keluar dari sekolah?” lanjut Ara.
“Maaf, tadi anak-anak aku tinggal sebentar ke warung untuk membeli obat sakit kepala. Jadi aku tidak tahu kalau Nina pergi dan anak-anak juga tidak ada yang kasih tahu aku” Eka menjelaskan dengan wajah penuh penyesalan.
“Sudahlah, itu tidak penting yang penting sekarang kita harus lapor polisi supaya kita mudah mencari tahu siapa yang menabrak Nina” lagi-lagi Sisi emosi.
“Iya Si, aku setuju sama kamu. Ya sudah Ra, kamu jaga Nina. Aku sama Sisi pergi dulu” kata Eka. Ara ingin meredam emosi sahabatnya itu tetapi tidak ada kesempatan karena mereka berdua langsung berhambur keluar ruangan.
“Haaah..ya sudahlah” Ara pasrah. 
          Karena jarak desa mereka dengan kantor polisi lumayan jauh maka Sisi dan Eka memerlukan waktu satu jam untuk bisa sampai disana. Setelah tiba dikantor polisi mereka langsung melaporkan kejadian tadi siang dengan sedetail mungkin. Tetapi polisi sedikit kesulitan karena Sisi dan juga Eka tidak mempunyai petunjuk satu pun tentang orang yang menabrak Nina.
“Apakah tidak ada saksi?” tanya polisi.
“Saya juga kurang tahu Pak, menurut sahabat saya, tidak ada orang sama sekali ketika ia keluar” jelas Sisi.
“Ya baiklah, sementara pengaduan Anda saya tampung. Mohon besuk Anda datang kesini lagi bersama rekan Anda, Ara” kata polisi.
“Iya Pak, terima kasih” jawab Sisi dan Eka hampir bersamaan.
          Keesokan harinya ketiga sahabat itu datang ke kantor polisi dengan membawa seorang saksi. Ternyata waktu kejadian tabrak lari itu ada seorang warga yang melihat semua kejadian dengan jelas.
“Siang Pak, kami kesini membawa saksi. Pak Agus silahkan” ucap Eka.
Pak Agus pun duduk dan polisi memberikan berbagai pertanyaan berhubungan dengan tabrak lari tersebut.
“Sebenarnya saya takut Pak menyebutkan nama orang yang menabrak Nina” jelas Pak Agus.
“Tidak perlu takut Pak Agus kami akan menjaga identitas Anda” polisi tersebut menenangkan Pak Agus.
“Orang itu adalah orang yang berpengaruh di desa kami Pak. Jika ada orang yang berbuat macam-macam sama dia maka bisa dijamin kehidupan keluarganya tidak akan tenang. Dia tidak segan-segan menyakiti orang lain yang sudah mengusik hidupnya. Sebenarnya warga juga tidak tahan dengan sikap dia, tapi mau bagaimana lagi kami tidak punya nyali” jelas Pak Agus panjang lebar. Mendengar penjelasan Pak Agus, ketiga sahabat itu saling berpandangan satu sama lain. Sepertinya mereka tahu siapa orang yang menabrak Nina.
“Baiklah, kembali ke masalah awal. Jadi siapa nama orang yang sudah menabrak Nina?” tanya polisi untuk kesekian kalinya.
“Namanya, Di..di..” ucap Pak Agus sedikit gemetar.
“Baik, terima kasih atas kerjasamanya. Malam ini  kami akan menyelidiki kasusnya” kata polisi mengakhiri introgasi tersebut.
          Pukul sembilan malam ada dua orang polisi yang datang kerumah tiga sahabat itu dan memberi tahu bahwa Pak Didi terbukti bersalah. Betapa terkejutnya mereka. Memang Pak Didi terkenal jahat di desa Sukosari ini, sifatnya yang tidak berperikemanusiaan itu membuat warga resah. Pak Didi juga sudah berulang kali membuat fitnah tentang Telaga Harapan, dan juga mengatakan kalau Telaga Harapan hanyalah sekolah sampah. Banyak cara yang sudah ia lakukan untuk menggusur Telaga Harapan dan tak satu pun dari usaha tersebut yang berhasil. Tetapi kali ini lain, ketiga sahabat itu tak pernah menyangka kalau usaha Pak Didi akan sejauh ini.  Keesokan harinya mereka menerima kabar kalau Pak Didi dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
“Akhirnya, kita bisa hidup tenang” kata Sisi.
“Haaahh, warga juga pasti senang” sahut Eka. Ara hanya tersenyum mendengarnya.
“Oh iya, hari ini kan Nina sudah boleh pulang. Bagaimana kalau kita menyiapkan pesta kecil-kecilan untuk menyambut dia?” usulan Ara itu langsung disambut acungan dua jempol oleh sahabatnya.
          Bahagia. Itulah kata yang bisa menggambarkan suasana hati Sisi,Ara dan Eka. Bagi mereka berbagi adalah salah satu kebahagiaan yang tak tergantikan. Telaga Harapan akan menjadi simbol persahabatan mereka dan juga salah satu sumber kebahagiaan ketiga sahabat itu juga orang yang tinggal di dalamnya.



Cerpen Inspiratif


My Life

          Kuhirup udara pagi yang sangat berbeda pagi hari ini. Ditemani kicauan burung aku duduk termenung di gazebo rumahku. Pikiranku melayang kesana-kemari, memikirkan masa depan yang tidak tentu arah. Teringat kejadian beberapa tahun lalu, orang tuaku berkata padaku bahwa mereka sudah tidak sanggup lagi membiayai sekolahku dan adikku. Dengan terang-terangan mereka menyerahkan adikku padaku. Lalu aku harus bagaimana? Sekarang aku masih duduk dikelas XII,beban pelajaran yang berada di otakku belum lagi ditambah beban pikiran membuat aku sempat jatuh sakit, untung tifus ku tidak kambuh. Mulai hari itu aku bertekad untuk mencari kerja kesana-kemari, apapun pekerjaan itu aku mau asalkan tidak mengganggu sekolahku. Allah memang Maha Adil, salah satu temanku memberitahuku bahwa tetangganya ada yang membutuhkan guru les matematika. Walaupun nilai metematikaku tidak sempurna tapi paling tidak aku selalu mendapat nilai terbaik di kelasku. Akhirnya aku menerima tawaran itu. Gajinya lumayan, aku tabung uang itu untuk biaya sekolah aku dan adikku. Tidak terasa UN datang, aku berusaha mempersiapkannya dengan matang, karena PTN yang aku inginkan bukan PTN sembarangan. Setelah UN selesai rasanya hari berjalan begitu cepat, tiba saatnya pengumuman hasil UN. Dan siapa sangka aku mendapat juara 3 pararel. Subhanallah. Akhirnya impianku untuk masuk PTN dengan jurusan yang aku inginkan tercapai. Ketika sampai dirumah aku berlari mencari orang tuaku dan sungkem pada keduanya.
“Ibu.....Bapak......Alhamdulilah aku mendapat juara 3 pararel. Ini semua aku persembahkan untuk Ibu dan Bapak” kataku waktu itu sambil meraung dikaki orang tuaku.
          Ada 3 hari paling indah dalam hidupku. Pertama, ketika aku mendapat juara 3 pararel dan diterima di PTN yang aku inginkan. Kedua, ketika aku mendapatkan pekerjaan yang aku impikan selama ini yaitu dosen kimia ditempat aku kuliah. Dan yang terakhir ini adalah hari paling indah dari yang terindah yaitu ketika aku mengantarkan orang tuaku pergi haji. Ya kemarin kau baru saja mengantar keduanya ke bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
          Tanpa kusadari air mataku berlinang. Alhamdulilah...berbakti pada orang tua memang indah. Terima kasih Ya Allah atas semua nikmat yang Engkau berikan. Orang tua yang luar biasa, adik yng sholehah, rejeki yang cukup, kesehatan, keselamatan dan imam yang soleh untukku. Aku cinta padamu Ya Allah.