Carried My Heart
Cuaca hari ini sangat cerah, matahari bersinar
begitu terang memberikan kehangatan untuk semua insan di dunia, dan kehangatan
itu semakin menambah semangatku. Hari ini aku berangkat sekolah dengan status
yang berbeda. Kenalin aku Bulan, remaja dengan segudang bakat. Tinggi, putih,
rambut lurus sebahu, dan ini adalah bagian yang paling aku suka yaitu mata.
Kata orang mataku cantik, kata orang mataku mampu meyakinkan orang lain saat aku
memaparkan gagasan, kata orang mataku mampu menggoyahkan pendirian, dan masih
banyak mampu-mampu yang lain. Aku juga tergabung dalam ekstra beladiri di
sekolahku, prestasi terakhir yang aku raih yaitu juara satu beladiri tingkat
nasional, juara satu menulis cerpen tingkat provinsi , juara dua piano klasik
tingkat nasional dan aku juga merupakan salah satu duta pariwisata dikotaku.
Bagaimana para cowok?
Bukankah aku tipe cewek idaman kalian? Tapi sayang kalian sudah tidak mempunyai
peluang lagi karena hatiku sudah ada yang menempati. Kalian pasti sering mendengar
‘cinlok’ antara ketua OSIS dan sekretarisnya bukan? Hal itu aku alami sekarang.
Awan ketua OSIS di SMA Permata, tinggi, kulit sawo matang, hidung mancung,
bagian yang paling kusuka darinya adalah potongan rambutnya yang diatur
sedemikian rupa hingga mirip dengan tokoh kartun captain Tsubasa Ozora,
belum lagi ditambah dengan sikapnya yang sopan dan ramah, cewek mana yang tidak
tertarik, bahkan hanya dengan melihatnya saja mampu membuat para cewek
disekolah ternganga dan mereka langsung meleleh ketika sebuah senyuman
tersungging dari bibir Awan. Eitss, tapi kalian sudah tidak mempunyai peluang
lagi untuk memiliki Awan, kalian tahu kenapa? Karena dia sudah menjadi milik
Bulan sekarang. Ya, baru kemarin kita jadian. Kami pasangan yang sangat serasi
bukan? Jika aku jalan berdua dengan Awan pasti banyak tatapan iri, benci,
marah, kesal, kecewa dan berbagai ekspresi lain yang tentu saja ditujukan
padaku. Tapi aku tidak mempedulikan semua itu aku sudah bahagia, sangat
bahagia. Tuhan memang tidak pernah mengingkari janjiNya, “perempuan baik-baik
untuk laki-laki baik-baik, dan sebaliknya” itulah janjiNya untuk kita.
“La!!!” teriak Mira histeris ketika dia melihat aku sudah berjalan
dikoridor sekolah.
“Pagi Mira” sapaku dengan senyum merekah.
“Lo bener jadian sama Awan?” Dia menatapku serius. Mira ini
sahabatku sejak kami duduk dikelas satu SMP, dan dia juga salah satu fans gelap
Awan. Aku tidak tega melihat raut mukanya yang hampir menangis ketika
mengucapkan pertanyaan itu.
“Iya, baru kemarin kita jadian” aku menjawab dengan hati-hati
supaya tidak menyakiti perasaannya.
“Hikksss.. gue udah nggak ada peluang dong?” yang benar saja dia
menangis.
“Yah Ra kok lo nangis..udah dong jangan nangis. Gue juga nggak tahu
kalau bakal kayak gini, gue nggak ada maksud buat nyakitin lo, maaf” ucapku
merasa bersalah. Tapi tiba-tiba..
“Hahahaha... Bulan..Bulan..ngapain lo minta maaf sama gue. Gue cuma
bercanda, lagian lo itu jadi cewek terlalu berperasaan. Selamat ya, lo
beruntung dapetin cowok kayak Awan dan Awan juga beruntung dapetin lo pokoknya
kalian pasangan yang paling serasi di dunia” ucap Mira sambil memelukku.
“Dasar, lo itu kebiasaan ya gue kira persahabatan kita bakal berakhir
hanya gara-gara gue jadian sama Awan, tapi btw thanks. Eh, ke
kantin yuk gue traktir deh..” ajakku.
“Asyik..kebetulan banget gue
tadi belum sarapan” Mira nyengir menatapku.
Selama perjalanan ke
kantin banyak tatapan sinis yang aku terima dari para cewek bahkan beberapa
menggunjingku, aku sudah menduga kalau berita ini akan cepat tersebar di
seantero SMA Perdana. Tapi ya sudahlah. Ketika kami tiba di kantin ternyata
Awan juga sedang sarapan disana bersama teman-temannya. ‘Aduh kenapa gue
deg-deg an ya?’ batinku. Padahal sebelum kami jadian aku biasa saja jika
bertemu sama Awan, tapi kenapa sekarang seperti ini?
“Bulan!” Awan memanggilku, dia beranjak dari tempat duduknya lalu
menghampiri aku dan Mira. Dia duduk tepat di depanku sedangkan Mira disampingku.
Aku menunduk tak berani menatapnya.
“Hai Ra” Awan menyapa Mira.
“Em, La besok sore kamu ada acara nggak?” Awan bertanya padaku.
“Bukannya besok sore kita ada acara sama teman-teman OSIS ya?”
tanya ku masih tidak berani menatapnya aku mengaduk-aduk jus jerukku.
“Iya, maksud aku setelah acara itu kamu ada acara lain nggak?” Awan
sedikit menundukkan kepalanya.
“Eh, kayaknya nggak ada” jawab ku salah tingkah. Sepertinya Awan
tahu apa yang aku rasakan, maksudnya kegugupan ku karena aku mendengar dia
tertawa geli. Haduh malu sekali aku.
“Ok, kalau gitu besuk habis acara di sini kita jalan. Ya udah aku
kesana dulu ya, ntar kalau aku disini kamu nggak jadi makan lagi” candanya.
Baru
saja beberapa langkah ia pergi dan aku juga baru mengangkat wajahku Awan balik
lagi. Kali ini aku tidak bisa menghindari tatapannya. Dia mendekat padaku dan
aku mulai gugup.
“Jangan lupa bawa baju ganti” jantungku berdesir hebat ketika dia
mengucapkan kata-kata itu di dekat telingaku. Bukan karena kalimatnya melainkan
karena jarak kami yang begitu dekat ketika dia bicara tadi. Oh Tuhan jantungku
seperti mau loncat.
“Hmm??” aku menapnya penuh selidik. Tapi Ia hanya melemparkan
senyum manisnya. Bukan Awan namanya kalau tidak penuh dengan kejutan.
Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku
mampir sebentar ke toko baju dan sepatu, karena ini adalah kencan pertamaku
jadi aku harus tampil perfect. Setelah berkeliling selama hampir satu
jam pilihanku jatuh pada dress warna hijau selutut yang dipadu dengan warna
putih dan tersemat sebuah pita yang ditata sedemikian rupa hingga terlihat
sangat cantik dan juga sepasang high hills senada. Acaraku dengan
teman-teman OSIS ini memang sedikit resmi semacam perpisahan sebelum kami naik
ke kelas XII dan posisi kami akan digantikan oleh kelas XI kelak. Kubawa hasil
belanja ku dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Pikiranku sudah melayang
kemana-mana, aku jadi penasaran tempat seperti apa yang akan kami berdua
kunjungi nanti dan mengapa Awan menyuruhku membawa baju ganti? Haahhh entahlah
kita lihat saja. Senyum ku mengembang.
Sesampainya di rumah aku langsung mandi dan
segera menyiapkan diri karena 15 menit lagi Awan menjemputku. Selama berias aku
deg-deg an karena Awan adalah laki-laki pertama yang berani datang ke rumahku
dan meminta izin pada orang tuaku. Aku kenal betul sifat Ayah, beliau sangat keras dan selektif dalam masalah satu ini ya
maklumlah aku anak satu-satunya, cewek pula.
Ting tong.. bel rumahku berbunyi.
“Haduh, itu pasti Awan. Oh Tuhan lancarkan jalan kami,
mudah-mudahan mood Ayah hari ini lagi baik” gumamku dalam kamar. 15
menit kemudian aku keluar dari kamar, dan betapa terkejutnya aku ketika melihat
Ayah, Ibu dan Awan berbincang dan bercanda dengan asyiknya, seperti sudah kenal
lama. Aku lega sekali ‘kayaknya aku dapat lampu hijau nih’ batinku riang.
“Aduh, aduh cantik sekali anak Ibu” pujian Ibu semakin membuatku
salah tingkah, lagi-lagi aku tak berani menatap Awan, tapi aku sempat
meliriknya sedikit tadi dia tampan seperti biasa juga tak tertinggal
kharismanya yang luar biasa.
“Emm, kalau gitu kami berangkat dulu Ayah, Ibu” Awan pamit pada
orang tuaku. Tapi eh, dia tadi memanggil orang tuaku apa, Ayah? Ibu? Sejauh
itukah kedekatan mereka? Aneh sekali..
“Hati-hati ya nak Awan, Ibu titip Bulan” Ibu berpesan pada Awan.
“Jangan pulang terlalu malam” sambung Ayah.
“Siap Yah..” Awan mengangkat tangannya dan mengaturnya seperti
posisi hormat.
“Bulan pergi Yah, Bu..” aku berpamitan pada Ayah dan Ibu.
Sesampainya di depan Awan memberiku helm, dia menaiki motornya tapi
aku masih berdiri mematung disampingnya.
“Kenapa, ayo acaranya keburu mulai” ucapnya sambil menarik tanganku
lembut. Aku menurut saja, aku hanya canggung berada sedekat ini dengannya. Aku
bisa menghirup parfumnya yang kalem seakan menggambarkan kepribadiannya. Awan
segera menstater motornya, tak ada satu kata pun yang terucap dalam perjalanan,
hening. Kami sibuk dengan pikiran dan perasaan masing-masing, aku tidak berani
melingkarkan tanganku di pinggang Awan, berada sedekat ini saja sudah membuat
jantungku seperti mau meloncat keluar apalagi melakukan itu. Tapi tiba-tiba
Awan seperti bisa membaca pikiranku karena dia menarik tangan ku dan
melingkarkan pada pinggangnya. Aku bingung tak bisa mengelak.
Kami seperti
pasangan yang paling ditunggu-tunggu sore itu, tapi tetap saja banyak tatapan
sinis yang aku terima, tapi peduli amat. Kami hanya satu jam disana, setelah
Awan memberikan sambutan kami pergi. Aku sudah mulai terbiasa berdekatan dengannya,
jadi aku tidak merasa canggung lagi melingkarkan tanganku di pingganya. Aku
mulai tidak sabar menanti kejutan Awan.
“Sebenarnya kita mau kemana sih?” tanyaku pada Awan ketika kami
dalam perjalanan menuju tempat rahasia itu.
“Kalau aku kasih tahu nggak surprise dong” jawabnya.
“Hahh, iya baiklah” aku menjawab sekenanya.
“Haha, jangan ngambek dong bentar lagi sampai kok” Awan menoleh
kebelakang sekilas.
Ketika kita sampai
disana Awan menutup mataku, aku jadi semakin penasaran.
“Ok, sudah sampai” katanya sambil membuka tutup mataku.
Aku terkejut, melihat hidangan makan malam yang tersaji sedemikian
rupa di pantai, belum lagi ditambah bunga mawar yang dibentuk menyerupai hati
di sekeliling meja makan, dan lagi aku tidak tahu kalau di Bandung ternyata ada
pantai yang begitu indah. Tempat ini memang sangat jauh dari rumahku sekitar 2
jam perjalanan.
“Bagaimana? “ tanyanya membuyarkan lamunanku.
“Kamu yang nyiapin semua ini?” tanyaku kagum. Dia hanya
menganggukkan kepalanya.
“Suka?” tanyanya lagi, dan sekarang giliran aku yang mengangguk.
Kami dinner dipantai. Sungguh moment yang sangat indah tak
sedikitpun terbesit dibenakku kalau dia akan memberikan surprise seperti
ini, so sweet..
Setelah makan malam kami sempat bermain air sejenak, ke pantai
kalau tidak basah tidak afdhol bukan? Setelah puas main air kami duduk sebentar
di pinggir pantai sambil bermain pasir.
“Btw, makasih ya kamu udah nyiapin semua ini, aku suka,
bagus” kataku.
“Haah, iya sama-sama” Awan tersenyum padaku, kali ini aku tidak
menunduk aku membalas senyumnya. Tiba-tiba aku teringat sesuatu,
“Eh, aku penasaran deh selama aku ganti baju tadi waktu di rumah
kalian ngomongin apa sih seru banget kayaknya” tanyaku sambil konsentrasi pada
istana yang aku buat.
“Rahasia dong..” jawab Awan singkat.
“Wan!!terus kok kamu manggil orang tuaku Ayah dan lbu?aku heran
kamu pasti pake pelet ya supaya Ayah dan Ibu merestui hubungan kita?” aku
menyipitkan mata memandangnya.
“Hahaha ya nggak lah, ngapain pake pelet segala. Kamu lupa kalau
aku ini ketua OSIS aku pandai dalam berpidato belum lagi ditambah kharisma ku
ini dijamin semua orang pasti yakin kalau aku anak baik-baik hanya dengan
melihatku” ucapnya bangga.
“Idih, kharisma darimana coba?” aku mengeluarkan ekspresi illfeel.
Sedangkan Awan tertawa terbahak-bahak melihat reaksiku.
“La..aku sayang kamu” ucapnya tiba-tiba.
“Hmm? Apa nggak dengar” aku berpura-pura.
“Bulan aku sayang kamu!!” Awan berteriak, untung disini sepi jadi
aku tidak perlu menutupi mukaku karena malu. Aku tersenyum melihat tingkahnya.
“Awan aku juga sayang sama kamu!!” sekarang giliran aku yang
meneriakkan kata-kata itu.
Malam itu sungguh moment yang tak bisa kulupakan seumur
hidup. Awan dan Bulan, aku berharap hubungan kita langgeng. Kami sampai dirumah
pukul 11 malam, aku sudah takut dengan omelan Ayah, tapi apa yang aku terima
ketika sampai rumah sungguh membuatku lega. Ayah tidak memarahi kami, bahkan
Ayah sempat menawarkan Awan untuk mampir sebentar. Tapi ia menolak karena ini
sudah malam.
“Aku pulang dulu ya, sweet dream” pamit Awan sambil memegang
tangan ku sekilas.
“Kamu hati-hati, kalau udah sampai di rumah kabarin aku” jawabku,
dia hanya mengangguk dan tersenyum sesaat sebelum pergi.
Sudah hampir satu bulan aku menyandang status
sebagai pacar Awan. Aku merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia. Dia adalah
laki-laki yang aku nantikan, aku
berharap dialah jawaban dari do’a ku selama ini. Besuk adalah hari ulang
tahunku juga sekaligus 1 bulan hubunganku dengannya. Aku tidak sabar menunggu
hari itu.
“Ciye..sumringah banget sih. Ada apa? Dapet kejutan lagi ya dari
Awan?” tanya Mira yang entah sejak kapan duduk disampingku.
“Kejutan apaan sih, nggak.” Jawabku sekenannya.
Keesokan harinya aku
pulang dengan perasaan yang kacau. Bayangin saja pacarmu lupa dengan hari ulang
tahunmu dan juga anniversary hubungan kalian bagaimana coba persaanmu?
Hari ini Awan tidak seperti biasanya, dia cuek sekali sama aku. Awalnya aku
mengira kalau dia mau nyiapin surprise buat aku tapi kenyataannya sampai
pulang sekolah tak ada apa-apa. Haaahh inilah akibat dari rasa percaya diri
yang berlebihan. Bahkan dia tidak mengajakku pulang bareng seperti biasanya.
Entahlah..aku juga menolak waktu Mira menawariku pulang bareng. Hari ini aku
mau menyegarkan pikiranku aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar. Pukul 7
malam aku baru sampai di rumah, ku buka pintu tapi aneh kok lampunya belum
dinyalain sih apa mungkin Ayah sama Ibu keluar ya? Tapi kan di rumah ada bi
Inem.
“Yah..Bu..” tak ada jawaban.
“Bi Inem, kok lampunya nggak dinyalain sih” aku meraba-raba mencari
stop kontak karena ini benar-benar gelap. Tiba-tiba..
“Happy birthday Bulan.. Happy birthday Bulan..
Happy birthday, Happy birthday, Happy birthday Bulan..” aku tak bisa
membendung air mataku. Rasa sesak didadaku kutumpahkan semua, kukira sudah
tidak ada lagi orang yang peduli denganku. Ayah, Ibu, Mira, teman-teman OSIS,
bi Inem mereka semua berbaris sambil membawa cup cake serta tak lupa
lilin. Aku meniup lilin itu satu persatu di tangan mereka sambil terus mengusap
air mataku. Barisan ini ternyata bermuara di taman belakang rumahku. Aku
penasaran siapa yang membawa cake ke tujuh belasku, dan aku tekejut
ketika Awan berdiri dihadapanku dengan cake ke tujuh belasku. Kukira dia
sudah tak peduli denganku dan hubungan kita. Air mataku semakin deras mengalir,
aku meniup lilinnya tapi tak berani menatapnya dengan wajah ku yang seperti ini
aku pasti terlihat jelek sekali. Dia meletakkan cake itu di meja
sementara aku tetap berdiri mematung
disana kemudian Awan kembali dan memelukku.
“Selamat ulang tahun ya, dan juga happy anniversary
maaf dari tadi pagi aku nyuekin kamu”
aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia mengusap air mataku.
“Udah kamu mandi dulu sana, bau tau” candanya, seketika aku
tersenyum.
Ya..sudah kubilang kan diawal cerita tadi,
bukan Awan namanya kalau tidak penuh dengan kejutan. Rencananya membuat aku bad
mood benar-benar berhasil, begitu juga dengan kejutan yang dia siapin,
ternyata satu minggu sebelum ulang tahunku dia sudah mengatur semuanya termasuk
memberi tahu Ayah dan Ibu. Setelah ganti pakaian aku segera turun dan membaur
dengan semuanya. Satu-persatu ucapan selamat keluar dari mulut teman-temanku,
aku mengucapkan terima kasih pada mereka semua. Tapi aku tidak melihat Awan,
dimana dia?
“Yo, lo lihat Awan nggak” tanyaku pada Dio sahabat Awan.
“Kayaknya di taman depan deh” jawabnya.
“Thanks” aku segera ke taman depan dan benar saja dia duduk
dibangku taman depan rumahku.
“Hei, kok disini?”tanyaku.
“Langitnya lagi bagus, sini deh” kata Awan sambil memandang langit
lalu menuntunku duduk disampingnya. Dia menggenggam tanganku erat.
“Maaf ya kamu hari ini pasti bete banget sama aku karena dari tadi
pagi aku nyuekin kamu” ucapnya sambil memandangku.
“Iya udah aku maafin, justru aku yang terima kasih, kamu udah
nyiapin semua ini, lagi-lagi rencana kamu sukses” aku tersenyum memandangnya.
“La,” caranya memanggilku dan memandangku sedikit aneh.
“Hmm?”
“Aku sayang kamu”
“Iya, aku tahu. Aku juga sayang kamu”
“Kamu milik aku selamanya, aku janji akan menjaga hubungan kita dan
kepercayaan kamu” ucapnya serius.
“Kamu kenapa sih, nggak usah serius gitu aku takut tau” kataku
tersenyum geli.
“Nggak La aku serius” genggamannya semakin erat, itu tanda kalau
Awan tidak becanda. Tapi ini aneh dia tidak biasanya bertingkah seperti ini.
“Iya, iya. Aku juga akan melakukan hal yang sama” aku tersenyum
lembut padanya.
Acaranya selesai
pukul 10 malam. Satu persatu temanku pulang hingga hanya tersisa Awan disini.
“Udah malam aku pulang dulu ya, besuk kita jalan kamu bisa kan?”
tanyanya.
“Pasti. Kenapa buru-buru sih?” aku tidak tahu kenapa kata-kata itu
keluar dari mulutku, rasanya aku ingin berada lebih lama didekatnya.
“Haha, kamu masih kangen ya sama aku? Baru dicuekin satu hari
efeknya udah kayak gini apalagi aku tinggal ya..” Awan memang suka menggodaku,
tapi aku menangkap sesuatu yang ganjil pada ucapannya.
“Awan, kok kamu ngomongnya gitu sih pergi kemana?”
“Iya, iya. Duh..tambah cantik aja kalau ngambek kayak gini. Ya udah
keburu hujan aku pulang dulu, sweet dream” tak seperti biasanya, Awan
mengecup keningku sekilas. Hatiku berdesir, tapi kenapa perasanku tidak enak
ya?
“Sampai di rumah kabarin aku ya?” dia mengangguk aku bisa melihat
senyumnya dari balik helmnya.
Satu jam setelah
Awan pulang aku mendapat kabar kalau Ia kecelakaan dan sekarang sedang dirawat
di rumah sakit. Aku dan orang tuaku segera kesana, tapi setelah aku sampai
disana ternyata Awan sudah di bawa pulang. Lalu kami segera pergi ke rumah
Awan, mataku mulai memanas Awan sudah dibawa kerumah itu berarti keadaan dia
tidak parah tapi kenapa ada yang ganjil ya, dari kejauhan rumahnya aku melihat
ada bendera putih. Tidak aku pasti salah lihat, mungkin saja itu bukan di depan
rumah Awan tapi di rumah tetangganya. Ya rumah tetangganya, aku meyakinkan
diriku sendiri. Aku menguatkan hati dan pikkiranku. Tapi ternyata salah,
bendera itu memang benar berada di depan rumah Awan. Perasaan ku sudah kacau,
aku segera berlari masuk dan kudapati orang tua Awan menangis tersedu-sedu di
samping jenazah. Aku sudah tak bisa membendung air mataku.
“Nggak, ini nggak mungkin” gumamku. Aku menghampiri tubuh Awan yang
terbujur kaku, kubuka kain yang menutupi wajahnya, dan air mata ku semakin
deras mengalir itu memang benar jasad Awan.
“Awan, kenapa kamu tinggalin aku, kamu kan janji besuk mau mengajak
aku jalan, dan kamu juga tahu kan kalau aku nggak bisa jauh dari kamu lama-lama
karena efeknya pasti aku kangen berat sama kamu. Tapi kenapa sekarang...” aku
tak sanggup lagi meneruskan kata-kataku.
“Sudah sayang.., biarkan Awan pergi dengan tenang” Ibu
menenangkanku. Aku terus menangis dan menangis di pangkuan Ibu sampai akhirnya
semua berubah menjadi gelap. Aku sudah berada di kamarku saat aku terbangun,dan
orang pertama yang aku ingat adalah Awan.
“Bu, kok kita disini pemakaman Awan jam berapa? Ayo kita kesana
kasian kan tante Indah sama om Jamal ngurusin semuanya sendiri” ucapku pada
Ibu.
“Sayang, kamu tenang dulu ya..Awan sudah dimakamkan 15 menit yang
lalu” jelas beliau yang semakin menambah keterpurukanku, hatiku kacau.
‘Maafkan aku Awan aku nggak bisa nganter kamu untuk yang terakhir kali
semoga kamu tenang disana’ ucapku dalam hati.
Aku mencoba
merelakan kepergiannya. Berat, sungguh sangat berat Awan, aku melewati
hari-hari tanpa kamu, tanpa keusilanmu, tanpa senyumanmu, tanpa kejutanmu tanpa
perhatianmu. Kamu telah sukses membobol hatiku, dengan kharisma mu yang luar
biasa dengan perilakumu yang santun semuanya...aku suka semua darimu. Kamu
masih ingat janji kita berdua di taman depan rumahku? bahwa kita akan menjaga
hubungan ini dan menjaga kepercayaan masing-masing. Kamu telah melakukannya
dengan sukses juga, terimakasih telah datang di kehidupanku, terima kasih untuk
satu bulan yang penuh kejutan, terima kasih karena kamu sudah menepati janjimu
dan terima kasih karena kamu mau mencintai aku dengan segala kekuranganku. Kamu
akan selalu ada di memory dan hatiku. Karena kamu telah sukses
membawanya, hatiku.
0 komentar:
Posting Komentar