Rabu, 04 Februari 2015

Cerpen Remaja

Carried My Heart

Cuaca hari ini sangat cerah, matahari bersinar begitu terang memberikan kehangatan untuk semua insan di dunia, dan kehangatan itu semakin menambah semangatku. Hari ini aku berangkat sekolah dengan status yang berbeda. Kenalin aku Bulan, remaja dengan segudang bakat. Tinggi, putih, rambut lurus sebahu, dan ini adalah bagian yang paling aku suka yaitu mata. Kata orang mataku cantik, kata orang mataku mampu meyakinkan orang lain saat aku memaparkan gagasan, kata orang mataku mampu menggoyahkan pendirian, dan masih banyak mampu-mampu yang lain. Aku juga tergabung dalam ekstra beladiri di sekolahku, prestasi terakhir yang aku raih yaitu juara satu beladiri tingkat nasional, juara satu menulis cerpen tingkat provinsi , juara dua piano klasik tingkat nasional dan aku juga merupakan salah satu duta pariwisata dikotaku.
          Bagaimana para cowok? Bukankah aku tipe cewek idaman kalian? Tapi sayang kalian sudah tidak mempunyai peluang lagi karena hatiku sudah ada yang menempati. Kalian pasti sering mendengar ‘cinlok’ antara ketua OSIS dan sekretarisnya bukan? Hal itu aku alami sekarang. Awan ketua OSIS di SMA Permata, tinggi, kulit sawo matang, hidung mancung, bagian yang paling kusuka darinya adalah potongan rambutnya yang diatur sedemikian rupa hingga mirip dengan tokoh kartun captain Tsubasa Ozora, belum lagi ditambah dengan sikapnya yang sopan dan ramah, cewek mana yang tidak tertarik, bahkan hanya dengan melihatnya saja mampu membuat para cewek disekolah ternganga dan mereka langsung meleleh ketika sebuah senyuman tersungging dari bibir Awan. Eitss, tapi kalian sudah tidak mempunyai peluang lagi untuk memiliki Awan, kalian tahu kenapa? Karena dia sudah menjadi milik Bulan sekarang. Ya, baru kemarin kita jadian. Kami pasangan yang sangat serasi bukan? Jika aku jalan berdua dengan Awan pasti banyak tatapan iri, benci, marah, kesal, kecewa dan berbagai ekspresi lain yang tentu saja ditujukan padaku. Tapi aku tidak mempedulikan semua itu aku sudah bahagia, sangat bahagia. Tuhan memang tidak pernah mengingkari janjiNya, “perempuan baik-baik untuk laki-laki baik-baik, dan sebaliknya” itulah janjiNya untuk kita.
“La!!!” teriak Mira histeris ketika dia melihat aku sudah berjalan dikoridor sekolah.
“Pagi Mira” sapaku dengan senyum merekah.
“Lo bener jadian sama Awan?” Dia menatapku serius. Mira ini sahabatku sejak kami duduk dikelas satu SMP, dan dia juga salah satu fans gelap Awan. Aku tidak tega melihat raut mukanya yang hampir menangis ketika mengucapkan pertanyaan itu.
“Iya, baru kemarin kita jadian” aku menjawab dengan hati-hati supaya tidak menyakiti perasaannya.
“Hikksss.. gue udah nggak ada peluang dong?” yang benar saja dia menangis.
“Yah Ra kok lo nangis..udah dong jangan nangis. Gue juga nggak tahu kalau bakal kayak gini, gue nggak ada maksud buat nyakitin lo, maaf” ucapku merasa bersalah. Tapi tiba-tiba..
“Hahahaha... Bulan..Bulan..ngapain lo minta maaf sama gue. Gue cuma bercanda, lagian lo itu jadi cewek terlalu berperasaan. Selamat ya, lo beruntung dapetin cowok kayak Awan dan Awan juga beruntung dapetin lo pokoknya kalian pasangan yang paling serasi di dunia” ucap Mira sambil memelukku.
“Dasar, lo itu kebiasaan ya gue kira persahabatan kita bakal berakhir hanya gara-gara gue jadian sama Awan, tapi btw thanks. Eh, ke kantin yuk gue traktir deh..” ajakku.
 “Asyik..kebetulan banget gue tadi belum sarapan” Mira nyengir menatapku.
          Selama perjalanan ke kantin banyak tatapan sinis yang aku terima dari para cewek bahkan beberapa menggunjingku, aku sudah menduga kalau berita ini akan cepat tersebar di seantero SMA Perdana. Tapi ya sudahlah. Ketika kami tiba di kantin ternyata Awan juga sedang sarapan disana bersama teman-temannya. ‘Aduh kenapa gue deg-deg an ya?’ batinku. Padahal sebelum kami jadian aku biasa saja jika bertemu sama Awan, tapi kenapa sekarang seperti ini?
“Bulan!” Awan memanggilku, dia beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri aku dan Mira. Dia duduk tepat di depanku sedangkan Mira disampingku. Aku menunduk tak berani menatapnya.
“Hai Ra” Awan menyapa Mira.
“Em, La besok sore kamu ada acara nggak?” Awan bertanya padaku.
“Bukannya besok sore kita ada acara sama teman-teman OSIS ya?” tanya ku masih tidak berani menatapnya aku mengaduk-aduk jus jerukku.
“Iya, maksud aku setelah acara itu kamu ada acara lain nggak?” Awan sedikit menundukkan kepalanya.
“Eh, kayaknya nggak ada” jawab ku salah tingkah. Sepertinya Awan tahu apa yang aku rasakan, maksudnya kegugupan ku karena aku mendengar dia tertawa geli. Haduh malu sekali aku.
“Ok, kalau gitu besuk habis acara di sini kita jalan. Ya udah aku kesana dulu ya, ntar kalau aku disini kamu nggak jadi makan lagi” candanya.
 Baru saja beberapa langkah ia pergi dan aku juga baru mengangkat wajahku Awan balik lagi. Kali ini aku tidak bisa menghindari tatapannya. Dia mendekat padaku dan aku mulai gugup.
“Jangan lupa bawa baju ganti” jantungku berdesir hebat ketika dia mengucapkan kata-kata itu di dekat telingaku. Bukan karena kalimatnya melainkan karena jarak kami yang begitu dekat ketika dia bicara tadi. Oh Tuhan jantungku seperti mau loncat.
“Hmm??” aku menapnya penuh selidik. Tapi Ia hanya melemparkan senyum manisnya. Bukan Awan namanya kalau tidak penuh dengan kejutan.
Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku mampir sebentar ke toko baju dan sepatu, karena ini adalah kencan pertamaku jadi aku harus tampil perfect. Setelah berkeliling selama hampir satu jam pilihanku jatuh pada dress warna hijau selutut yang dipadu dengan warna putih dan tersemat sebuah pita yang ditata sedemikian rupa hingga terlihat sangat cantik dan juga sepasang high hills senada. Acaraku dengan teman-teman OSIS ini memang sedikit resmi semacam perpisahan sebelum kami naik ke kelas XII dan posisi kami akan digantikan oleh kelas XI kelak. Kubawa hasil belanja ku dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Pikiranku sudah melayang kemana-mana, aku jadi penasaran tempat seperti apa yang akan kami berdua kunjungi nanti dan mengapa Awan menyuruhku membawa baju ganti? Haahhh entahlah kita lihat saja. Senyum ku mengembang.
Sesampainya di rumah aku langsung mandi dan segera menyiapkan diri karena 15 menit lagi Awan menjemputku. Selama berias aku deg-deg an karena Awan adalah laki-laki pertama yang berani datang ke rumahku dan meminta izin pada orang tuaku. Aku kenal betul sifat Ayah, beliau sangat  keras dan selektif dalam masalah satu ini ya maklumlah aku anak satu-satunya, cewek pula.
Ting tong.. bel rumahku berbunyi.
“Haduh, itu pasti Awan. Oh Tuhan lancarkan jalan kami, mudah-mudahan mood Ayah hari ini lagi baik” gumamku dalam kamar. 15 menit kemudian aku keluar dari kamar, dan betapa terkejutnya aku ketika melihat Ayah, Ibu dan Awan berbincang dan bercanda dengan asyiknya, seperti sudah kenal lama. Aku lega sekali ‘kayaknya aku dapat lampu hijau nih’ batinku riang.
“Aduh, aduh cantik sekali anak Ibu” pujian Ibu semakin membuatku salah tingkah, lagi-lagi aku tak berani menatap Awan, tapi aku sempat meliriknya sedikit tadi dia tampan seperti biasa juga tak tertinggal kharismanya yang luar biasa.
“Emm, kalau gitu kami berangkat dulu Ayah, Ibu” Awan pamit pada orang tuaku. Tapi eh, dia tadi memanggil orang tuaku apa, Ayah? Ibu? Sejauh itukah kedekatan mereka? Aneh sekali..
“Hati-hati ya nak Awan, Ibu titip Bulan” Ibu berpesan pada Awan.
“Jangan pulang terlalu malam” sambung Ayah.
“Siap Yah..” Awan mengangkat tangannya dan mengaturnya seperti posisi hormat.
“Bulan pergi Yah, Bu..” aku berpamitan pada Ayah dan Ibu.
Sesampainya di depan Awan memberiku helm, dia menaiki motornya tapi aku masih berdiri mematung disampingnya.
“Kenapa, ayo acaranya keburu mulai” ucapnya sambil menarik tanganku lembut. Aku menurut saja, aku hanya canggung berada sedekat ini dengannya. Aku bisa menghirup parfumnya yang kalem seakan menggambarkan kepribadiannya. Awan segera menstater motornya, tak ada satu kata pun yang terucap dalam perjalanan, hening. Kami sibuk dengan pikiran dan perasaan masing-masing, aku tidak berani melingkarkan tanganku di pinggang Awan, berada sedekat ini saja sudah membuat jantungku seperti mau meloncat keluar apalagi melakukan itu. Tapi tiba-tiba Awan seperti bisa membaca pikiranku karena dia menarik tangan ku dan melingkarkan pada pinggangnya. Aku bingung tak bisa mengelak.
 Kami seperti pasangan yang paling ditunggu-tunggu sore itu, tapi tetap saja banyak tatapan sinis yang aku terima, tapi peduli amat. Kami hanya satu jam disana, setelah Awan memberikan sambutan kami pergi. Aku sudah mulai terbiasa berdekatan dengannya, jadi aku tidak merasa canggung lagi melingkarkan tanganku di pingganya. Aku mulai tidak sabar menanti kejutan Awan.
“Sebenarnya kita mau kemana sih?” tanyaku pada Awan ketika kami dalam perjalanan menuju tempat rahasia itu.
“Kalau aku kasih tahu nggak surprise dong” jawabnya.
“Hahh, iya baiklah” aku menjawab sekenanya.
“Haha, jangan ngambek dong bentar lagi sampai kok” Awan menoleh kebelakang sekilas.
          Ketika kita sampai disana Awan menutup mataku, aku jadi semakin penasaran.
“Ok, sudah sampai” katanya sambil membuka tutup mataku.
Aku terkejut, melihat hidangan makan malam yang tersaji sedemikian rupa di pantai, belum lagi ditambah bunga mawar yang dibentuk menyerupai hati di sekeliling meja makan, dan lagi aku tidak tahu kalau di Bandung ternyata ada pantai yang begitu indah. Tempat ini memang sangat jauh dari rumahku sekitar 2 jam perjalanan.
“Bagaimana? “ tanyanya membuyarkan lamunanku.
“Kamu yang nyiapin semua ini?” tanyaku kagum. Dia hanya menganggukkan kepalanya.
“Suka?” tanyanya lagi, dan sekarang giliran aku yang mengangguk. Kami dinner dipantai. Sungguh moment yang sangat indah tak sedikitpun terbesit dibenakku kalau dia akan memberikan surprise seperti ini, so sweet..
Setelah makan malam kami sempat bermain air sejenak, ke pantai kalau tidak basah tidak afdhol bukan? Setelah puas main air kami duduk sebentar di pinggir pantai sambil bermain pasir.
Btw, makasih ya kamu udah nyiapin semua ini, aku suka, bagus” kataku.
“Haah, iya sama-sama” Awan tersenyum padaku, kali ini aku tidak menunduk aku membalas senyumnya. Tiba-tiba aku teringat sesuatu,
“Eh, aku penasaran deh selama aku ganti baju tadi waktu di rumah kalian ngomongin apa sih seru banget kayaknya” tanyaku sambil konsentrasi pada istana yang aku buat.
“Rahasia dong..” jawab Awan singkat.
“Wan!!terus kok kamu manggil orang tuaku Ayah dan lbu?aku heran kamu pasti pake pelet ya supaya Ayah dan Ibu merestui hubungan kita?” aku menyipitkan mata memandangnya.
“Hahaha ya nggak lah, ngapain pake pelet segala. Kamu lupa kalau aku ini ketua OSIS aku pandai dalam berpidato belum lagi ditambah kharisma ku ini dijamin semua orang pasti yakin kalau aku anak baik-baik hanya dengan melihatku” ucapnya bangga.
“Idih, kharisma darimana coba?” aku mengeluarkan ekspresi illfeel. Sedangkan Awan tertawa terbahak-bahak melihat reaksiku.
“La..aku sayang kamu” ucapnya tiba-tiba.
“Hmm? Apa nggak dengar” aku berpura-pura.
“Bulan aku sayang kamu!!” Awan berteriak, untung disini sepi jadi aku tidak perlu menutupi mukaku karena malu. Aku tersenyum melihat tingkahnya.
“Awan aku juga sayang sama kamu!!” sekarang giliran aku yang meneriakkan kata-kata itu.
Malam itu sungguh moment yang tak bisa kulupakan seumur hidup. Awan dan Bulan, aku berharap hubungan kita langgeng. Kami sampai dirumah pukul 11 malam, aku sudah takut dengan omelan Ayah, tapi apa yang aku terima ketika sampai rumah sungguh membuatku lega. Ayah tidak memarahi kami, bahkan Ayah sempat menawarkan Awan untuk mampir sebentar. Tapi ia menolak karena ini sudah malam.
“Aku pulang dulu ya, sweet dream” pamit Awan sambil memegang tangan ku sekilas.
“Kamu hati-hati, kalau udah sampai di rumah kabarin aku” jawabku, dia hanya mengangguk dan tersenyum sesaat sebelum pergi.
Sudah hampir satu bulan aku menyandang status sebagai pacar Awan. Aku merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia. Dia adalah laki-laki yang aku nantikan,  aku berharap dialah jawaban dari do’a ku selama ini. Besuk adalah hari ulang tahunku juga sekaligus 1 bulan hubunganku dengannya. Aku tidak sabar menunggu hari itu.
“Ciye..sumringah banget sih. Ada apa? Dapet kejutan lagi ya dari Awan?” tanya Mira yang entah sejak kapan duduk disampingku.
“Kejutan apaan sih, nggak.” Jawabku sekenannya.
          Keesokan harinya aku pulang dengan perasaan yang kacau. Bayangin saja pacarmu lupa dengan hari ulang tahunmu dan juga anniversary hubungan kalian bagaimana coba persaanmu? Hari ini Awan tidak seperti biasanya, dia cuek sekali sama aku. Awalnya aku mengira kalau dia mau nyiapin surprise buat aku tapi kenyataannya sampai pulang sekolah tak ada apa-apa. Haaahh inilah akibat dari rasa percaya diri yang berlebihan. Bahkan dia tidak mengajakku pulang bareng seperti biasanya. Entahlah..aku juga menolak waktu Mira menawariku pulang bareng. Hari ini aku mau menyegarkan pikiranku aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar. Pukul 7 malam aku baru sampai di rumah, ku buka pintu tapi aneh kok lampunya belum dinyalain sih apa mungkin Ayah sama Ibu keluar ya? Tapi kan di rumah ada bi Inem.
“Yah..Bu..” tak ada jawaban.
“Bi Inem, kok lampunya nggak dinyalain sih” aku meraba-raba mencari stop kontak karena ini benar-benar gelap. Tiba-tiba..
Happy birthday Bulan.. Happy birthday Bulan.. Happy birthday, Happy birthday, Happy birthday Bulan..” aku tak bisa membendung air mataku. Rasa sesak didadaku kutumpahkan semua, kukira sudah tidak ada lagi orang yang peduli denganku. Ayah, Ibu, Mira, teman-teman OSIS, bi Inem mereka semua berbaris sambil membawa cup cake serta tak lupa lilin. Aku meniup lilin itu satu persatu di tangan mereka sambil terus mengusap air mataku. Barisan ini ternyata bermuara di taman belakang rumahku. Aku penasaran siapa yang membawa cake ke tujuh belasku, dan aku tekejut ketika Awan berdiri dihadapanku dengan cake ke tujuh belasku. Kukira dia sudah tak peduli denganku dan hubungan kita. Air mataku semakin deras mengalir, aku meniup lilinnya tapi tak berani menatapnya dengan wajah ku yang seperti ini aku pasti terlihat jelek sekali. Dia meletakkan cake itu di meja sementara  aku tetap berdiri mematung disana kemudian Awan kembali dan memelukku.
“Selamat ulang tahun ya, dan juga happy anniversary maaf  dari tadi pagi aku nyuekin kamu” aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia mengusap air mataku.
“Udah kamu mandi dulu sana, bau tau” candanya, seketika aku tersenyum.
 Ya..sudah kubilang kan diawal cerita tadi, bukan Awan namanya kalau tidak penuh dengan kejutan. Rencananya membuat aku bad mood benar-benar berhasil, begitu juga dengan kejutan yang dia siapin, ternyata satu minggu sebelum ulang tahunku dia sudah mengatur semuanya termasuk memberi tahu Ayah dan Ibu. Setelah ganti pakaian aku segera turun dan membaur dengan semuanya. Satu-persatu ucapan selamat keluar dari mulut teman-temanku, aku mengucapkan terima kasih pada mereka semua. Tapi aku tidak melihat Awan, dimana dia?
“Yo, lo lihat Awan nggak” tanyaku pada Dio sahabat Awan.
“Kayaknya di taman depan deh” jawabnya.
Thanks” aku segera ke taman depan dan benar saja dia duduk dibangku taman depan rumahku.
“Hei, kok disini?”tanyaku.
“Langitnya lagi bagus, sini deh” kata Awan sambil memandang langit lalu menuntunku duduk disampingnya. Dia menggenggam tanganku erat.
“Maaf ya kamu hari ini pasti bete banget sama aku karena dari tadi pagi aku nyuekin kamu” ucapnya sambil memandangku.
“Iya udah aku maafin, justru aku yang terima kasih, kamu udah nyiapin semua ini, lagi-lagi rencana kamu sukses” aku tersenyum memandangnya.
“La,” caranya memanggilku dan memandangku sedikit aneh.
“Hmm?”
“Aku sayang kamu”
“Iya, aku tahu. Aku juga sayang kamu”
“Kamu milik aku selamanya, aku janji akan menjaga hubungan kita dan kepercayaan kamu” ucapnya serius.
“Kamu kenapa sih, nggak usah serius gitu aku takut tau” kataku tersenyum geli.
“Nggak La aku serius” genggamannya semakin erat, itu tanda kalau Awan tidak becanda. Tapi ini aneh dia tidak biasanya bertingkah seperti ini.
“Iya, iya. Aku juga akan melakukan hal yang sama” aku tersenyum lembut padanya.
          Acaranya selesai pukul 10 malam. Satu persatu temanku pulang hingga hanya tersisa Awan disini.
“Udah malam aku pulang dulu ya, besuk kita jalan kamu bisa kan?” tanyanya.
“Pasti. Kenapa buru-buru sih?” aku tidak tahu kenapa kata-kata itu keluar dari mulutku, rasanya aku ingin berada lebih lama didekatnya.
“Haha, kamu masih kangen ya sama aku? Baru dicuekin satu hari efeknya udah kayak gini apalagi aku tinggal ya..” Awan memang suka menggodaku, tapi aku menangkap sesuatu yang ganjil pada ucapannya.
“Awan, kok kamu ngomongnya gitu sih pergi kemana?”
“Iya, iya. Duh..tambah cantik aja kalau ngambek kayak gini. Ya udah keburu hujan aku pulang dulu, sweet dream” tak seperti biasanya, Awan mengecup keningku sekilas. Hatiku berdesir, tapi kenapa perasanku tidak enak ya?
“Sampai di rumah kabarin aku ya?” dia mengangguk aku bisa melihat senyumnya dari balik helmnya.
          Satu jam setelah Awan pulang aku mendapat kabar kalau Ia kecelakaan dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Aku dan orang tuaku segera kesana, tapi setelah aku sampai disana ternyata Awan sudah di bawa pulang. Lalu kami segera pergi ke rumah Awan, mataku mulai memanas Awan sudah dibawa kerumah itu berarti keadaan dia tidak parah tapi kenapa ada yang ganjil ya, dari kejauhan rumahnya aku melihat ada bendera putih. Tidak aku pasti salah lihat, mungkin saja itu bukan di depan rumah Awan tapi di rumah tetangganya. Ya rumah tetangganya, aku meyakinkan diriku sendiri. Aku menguatkan hati dan pikkiranku. Tapi ternyata salah, bendera itu memang benar berada di depan rumah Awan. Perasaan ku sudah kacau, aku segera berlari masuk dan kudapati orang tua Awan menangis tersedu-sedu di samping jenazah. Aku sudah tak bisa membendung air mataku.
“Nggak, ini nggak mungkin” gumamku. Aku menghampiri tubuh Awan yang terbujur kaku, kubuka kain yang menutupi wajahnya, dan air mata ku semakin deras mengalir itu memang benar jasad Awan.
“Awan, kenapa kamu tinggalin aku, kamu kan janji besuk mau mengajak aku jalan, dan kamu juga tahu kan kalau aku nggak bisa jauh dari kamu lama-lama karena efeknya pasti aku kangen berat sama kamu. Tapi kenapa sekarang...” aku tak sanggup lagi meneruskan kata-kataku.
“Sudah sayang.., biarkan Awan pergi dengan tenang” Ibu menenangkanku. Aku terus menangis dan menangis di pangkuan Ibu sampai akhirnya semua berubah menjadi gelap. Aku sudah berada di kamarku saat aku terbangun,dan orang pertama yang aku ingat adalah Awan.
“Bu, kok kita disini pemakaman Awan jam berapa? Ayo kita kesana kasian kan tante Indah sama om Jamal ngurusin semuanya sendiri” ucapku pada Ibu.
“Sayang, kamu tenang dulu ya..Awan sudah dimakamkan 15 menit yang lalu” jelas beliau yang semakin menambah keterpurukanku, hatiku kacau.
‘Maafkan aku Awan aku nggak bisa nganter kamu untuk yang terakhir kali semoga kamu tenang disana’ ucapku dalam hati.
          Aku mencoba merelakan kepergiannya. Berat, sungguh sangat berat Awan, aku melewati hari-hari tanpa kamu, tanpa keusilanmu, tanpa senyumanmu, tanpa kejutanmu tanpa perhatianmu. Kamu telah sukses membobol hatiku, dengan kharisma mu yang luar biasa dengan perilakumu yang santun semuanya...aku suka semua darimu. Kamu masih ingat janji kita berdua di taman depan rumahku? bahwa kita akan menjaga hubungan ini dan menjaga kepercayaan masing-masing. Kamu telah melakukannya dengan sukses juga, terimakasih telah datang di kehidupanku, terima kasih untuk satu bulan yang penuh kejutan, terima kasih karena kamu sudah menepati janjimu dan terima kasih karena kamu mau mencintai aku dengan segala kekuranganku. Kamu akan selalu ada di memory dan hatiku. Karena kamu telah sukses membawanya, hatiku.








0 komentar:

Posting Komentar