The Journey of My Love
Aku masih ingat ketika kita berkenalan. Caramu
memandangku membuat hatiku berdesir, semua kata-kata yang keluar dari mulutmu
begitu manis, dan ketika kau mengajukan pertanyaan itu jadilah aku tak bisa
tidur semalaman untuk memikirkan jawabannya. Bayangin saja aku baru mengenalmu
satu bulan lamanya dan kau berhasil memikat hatiku dengan penampilanmu.
Salahkah aku jika hanya bisa memandangmu dari penampilan saja? Kalau melihat
kondisiku juga hubungan kita nampaknya jawaban yang tepat adalah,ya. Suara
gemercik air selalu berhasil menenangkan hatiku. Ya, disinilah aku sekarang.
Ditempat kita saling berbagi tawa, suka dan duka. Semua masih tersimpan dengan
baik di memory ku dan sungai inilah yang menjadi saksi bisu cinta kita.
“Ghea!!!”
suara teriakan seseorang membuyarkan lamunanku, ku palingkan wajahku dan
kudapati Cila sedang berjalan kearahku sambil mengatur nafasnya.
“Astaga,
gue nyari lo kemana-mana ternyata lo disini. Kenapa sih lo nggak bawa hp, bikin
orang kesel aja” Cila duduk disebelahku. Cila adalah sahabatku sejak aku
menjadi siswa di SMP Melati, walaupun kami baru bersahabat tapi kami sudah
memahami karakter masing-masing.
“Iya,
iya maaf” jawabku lesu.
“Haaah,
syukur deh lo masih hidup gue kira lo frustasi gara-gara putus sama Reno terus
lo bunuh diri“ ucap Cila dengan wajah innocent.
Aku
tidak menghiraukan Cila. Pikiranku masih kacau, ini semua gara-gara Reno dia
adalah mantan pacarku. Satu setengah tahun aku berpacaran dengannya dan baru
kemarin kita putus. Kadang aku menyesali perasaanku padanya, jujur aku masih
sangat menyayangi Reno tapi akhir-akhir ini dia banyak berubah, kasar,
cuek,sering mengingkari janji dan tidak perhatian lagi padaku. Bahkan sampai
sekarang aku masih mencari tahu penyebab Reno berubah, entah mengapa ada yang
ganjil dari perubahan sikapnya.
“Ghe?“
panggilan Cila membuyarkan lamunanku.
“La,gue
nggak bisa kayak gini. Lo harus bantu gue cari informasi tentang keluarga Reno“
ucapku.
“Maksudnya?
Kenapa yang lo cari informasi tentang keluarganya?“ Cila memiringkan wajahnya
menatapku.
“Gue juga
nggak tahu. Lo mau kan bantu gue?“ jawabku.
“Iya,
apa sih yang nggak buat sohib gue ini“
Hari sudah sore aku dan Cila kembali kerumah.
Kuambil hp dan kuceritakan semua masalahku pada Rika, dia adalah teman Reno
satu kelas jadi akan lebih mudah jika meminta bantuan padanya untuk
mengumpulkan informasi tentang Reno. Beberapa hari setelah itu Rika mengirimiku
SMS dan mengatakan kalau ada adik kelas yang sedang dekat dengan Reno, Rika
juga memberiku nomor hp cewek itu. Segera saja aku menelfon nomor itu. Ternyata
benar dia menyukai Reno tapi mereka tidak pernah pacaran, namanya May. Justru
setelah mengetahui masalahku dia menawarkan diri untuk membantuku mencari tahu
tentang Reno. Keesokan harinya May
memberikan informasi yang berhasil membuatku tidak bisa fokus kepelajaran.
To: Ghea
Tadi aku
lihat Reno bolos ma tmen-tmennya dan mereka ngerokok.
Aku
benar-benar sulit menerima informasi itu. Reno pernah bilang kalau dia tidak
merokok. Ah..tapi ini semua juga salahku, beginilah jadinya jika aku hanya
memandang dari parasnya saja dan terlalu percaya dengan ucapan-ucapan manisnya.
Tapi sialnya, perasaan ini tidak pernah mau pergi.
“Ghe,
ada apa lagi? Reno? “ tanya Cila tiba-tiba. Aku menyerahkan ponselku kepada
Cila supaya dia membaca sendiri pesan dari May.
“Lo
jangan percaya gitu aja Ghe, ini semua belum tentu benar“ ucap Cila
menenangkanku.
“Taulah
La, gue capek. Ntar aja gue pikirin solusinya“ jawabku sekenannya karena
pikiranku sungguh sangat keruh tak bisa memikirkan apapun.
Pukul 14.30 ketika aku sampai dirumah.
Kubaringkan tubuhku sejenak sembari memikirkan pesan dari May tadi pagi.
Rasanya aku masih tidak percaya kalau Reno sepert itu. Satu jam aku berkutat
dengan prasangka yang tidak jelas, baik kepada May maupun Reno. Akhirnya
kuputuskan untuk menanyakan langsung pada Reno.
To: Reno
Kenapa
bolos sekolah?
To:Ghea
Maksudnya?
To:Reno
Tadi
pagi lo bolos kan? Ngerokok juga?
To:Ghea
Oh itu,
iya. Terus apa peduli lo?
To:Reno
Gue
kasian aja ma ortu lo, kerja keras buat sekolahin anak kayak lo. Cari duit tuh
nggak gampang lo harusnya bisa menghargai semua itu
To:Ghea
Sebaiknya
lo nggak usah ikut campur, lo nggak tahu masalah gue
To:Reno
Ya udah
tinggal cerita apa susahnya sih?
Selama berjam-jam aku dan Reno bertengkar
melalui SMS, dan itu tidak terjadi satu hari saja melainkan dihari-hari
berikutnya juga. Sebenarnya ada sebersit perasaan senang. Walaupun kami bertengkar tapi paling tidak aku bisa
berkomunikasi dengannya. Sampai suatu hari kami lupa dengan masalah ini dan
sialnya aku terpikat dengan ucapan manisnya entah untuk keberapa kalinya. Ya,
kami jadian lagi. Tiga bulan aku dan Reno kembali menjalin hubungan namun
setelah itu kandas, lagi. Awalnya aku mau menerimanya kembali karena aku yakin
kalau suatu saat nanti dia akan berubah, aku mencoba untuk memaafkannya dan
melupakan fakta kalau dia sering membolos sekolah dan merokok. Dalam tiga bulan
itu juga aku berusaha untuk menyadarkan Reno kalau perbuatannya itu salah tapi
semuanya sia-sia. Reno semakin kasar padaku, tapi aku menangkap sesuatu yang
ganjil, akhir-akhir ini ketika kami bertemu dia sering melamun dan saat aku
bertanya Reno selalu mengalihkan pembicaraan, dan hal itu membuat aku semakin yakin
kalau dia sedang ada masalah besar. Benar saja tiga hari setelah aku putus
dengannya Rika memberikan informasi padaku kalau ternyata orang tua Reno
bercerai. Aku shocked mendengar informasi tersebut. Perasaanku mulai tak
keruan, menyesal, marah pada diriku sendiri, bingung harus berbuat apa. Tapi
aku juga kecewa dengan sikap dia padaku, sebelum aku putus darinya banyak
informasi yang kuterima kalau Reno sedang dekat dengan si A, si B, si C, dan si
si yang lain. Hati cewek mana yang tidak sakit diperlakukan seperti itu dan setiap
aku menanyakan tentang kebenaran semua cerita itu pada Reno, dia selalu bilang
kalau itu hanya temannya. Haahh.. entahlah aku mulai muak dengan semua ini.
“Udahlah
ghe, lo harus move on dari Reno” ucap Cila yang entah dari kapan dia
duduk disampingku
“Iya gue
pengennya juga kayak gitu , tapi La..” aku belum sempat menyelesaikan kalimat
ku Cila sudah menyelanya.
“Tapi
apa? Tapi lo masih sayang dia? Iya? Ghe dengerin gue ya. Gue tahu lo sayang sama
Reno tapi kalau dia cuma bisa nyakitin lo doang terus buat apa lo mikirin dia
lagi, dia lagi, percuma Ghe” nasihat Cila panjang lebar padaku. Aku tidak bisa
menjawab ucapan Cila , karena apa yang dia katakan itu memang benar.
“Udah lo
tenang aja gue akan bantu lo nyari cowok yang jauh lebih segalanya dari Reno”
aku terkejut dengan ucapan Cila, tapi aku sudah tak punya tenaga untuk
membantah ucapannya. Aku tersenyum pasrah pada Cila. Satu pekan setelah
perbincangan kami itu Cila memberiku kabar kalau ada anak yang suka sama aku.
Dika namanya, dia satu sekolah denganku hanya berbeda kelas. Dia juga atlet
futsal di sekolahku, dan benar saja kami jadian. Aku mencoba membuka hatiku
untuk Dika, kujalani hubungan ini dengan serius aku tidak mau menyakiti
perasaan orang lain. Setiap Dika bertanding futsal aku selalu ikut untuk
memberikan semangat padanya.
“Semangat
ya kamu pasti menang..” aku memberikan semangat padanya.
“Iya
dong pasti, aku titip hp ya” Dika menyerahkan hp nya padaku.
Aku cuma
melemparkan senyuman padanya. Sebenarnya hari ini aku ditemani Cila tapi sampai
tengah-tengah pertandingan dia belum juga menampakkan batang hidungnya.
“Ghea!!”
nah itu dia Cila datang.
“Panjang
umur lo..” kataku ketika Cila sudah duduk disampingku.
“Sorry
tadi gue masih ada urusan” jelasnya.
“Dasar
kebiasaan, masa balas SMS aja nggak sempet?” tanya ku sambil memperhatikan
pertandingan.
“Hehehe”
dia hanya tertawa garing.
Drrrrttt....
tiba-tiba hp Dika bergetar ada pesan masuk tanpa nama. Aku membuka SMS itu dan
berbagai prasangka buruk hinggap dikepala ku karena SMS itu seperti pesan yang
ditujukan untuk sang kekasihnya.
“Ghe
kenapa??” tanya Cila, kuberikan hp itu pada Cila.
“Udah lo
jangan berprasangka buruk dulu siapa tahu ini kakaknya. Ntar lo tanyain
langsung ke orangnya” lagi-lagi Cila menenangkanku.
Aku
terdiam. Mataku memanas kenapa semua cowok hanya bisa menyakit hati perempuan.
Apa didunia ini sudah tidak ada lagi cowok yang setia?
Seusai tanding Dika menghampiriku dengan
senyumnya yang merekah karena timnya menang. Dan aku mencoba membalas dengan
senyuman juga. Diperjalanan pulang aku menyakan pesan itu padanya.
“Btw,
selamat ya..” aku mengucapkan selamat atas kemenangannya.
“Iya
makasih itu juga karena doa kamu” jawabnya.
“Em,
tadi ada SMS. Tapi nggak ada namanya, siapa?” aku mencari kata-kata yang tepat
supaya dia tidak tersinggung.
“Oh, itu
ibu aku” jawabnya singkat.
“Ibu?oh..”
aku tidak percaya, tapi aku merasa ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat.
‘tapi
aku tidak boleh gegabah. Aku harus cari
tahu’ batinku. Tanpa sepengetahuan Dika, aku mengambil nomor itu dari hp nya.
Dan aku mencoba untuk menghubungi nomor itu.
“Halo”
“Iya ini
siapa?”
“Gue
Ghea, pacar Dika. Lo siapa? Kata Dika ini nomor ibunya?”
“Ha?
Ibunya bukan gue pacar Dika. Lo jangan ngaku-ngaku deh”
“A..apa???”
aku benar-benar kaget mendengar ucapannya. Kututup telfonya dan buliran air
mata mulai membasahi pipiku. Tuhan kenapa engkau memberikan aku laki-laki yang
seperti itu semua? Sakit Tuhan rasanya dikhianati terus menerus padahal aku
selalu berusaha setia, tapi kenapa balasannya seperti ini? Keesokan harinya aku
putus dengan Dika dan yang lebih menyakitkan lagi tidak ada kata maaf sekalipun
darinya, dan kelihatannya dia juga santai saja aku putusin.
“Gue
emang bodoh ternyata selama ini dia cuma mainin gue. Bodoh, bodoh, bodoh” aku
marah pada diriku sendiri.
Dunia terasa tidak adil bagiku. Aku sudah capek
dengan semua ini,ternyata semua cowok sama saja. Aku ingin melupakan semuanya
dan melakukan aktifitasku sehari-hari tanpa seorang pacar.
Drrrttt....
hp ku bergetar tanda ada pesan masuk.
To: Ghea
Malam,
apa kbr?
Hatiku
berdesir membaca SMS itu. Reno? Ternyata dia masih ingat denganku? Aneh kanapa
aku senang sekali.
To: Reno
Baik
To: Ghea
Kok gitu
doang sih jawabnya? Km nggak mau tahu kabar aku gimana?
Tidak
kali ini aku harus menjaga perasaanku, aku tidak boleh termakan kata-kata
manisnya lagi. Lukaku masih belum kering.
To: Reno
Km
gimana kbrnya?
To: Ghea
Baik jg,
gmn skolahmu?
To: Reno
Lancar,
km?
To: Ghea
Ya gitu deh.
Besuk ada acara nggak? Ketemuan yuk?
To: Reno
Boleh,
dimana?
To: Ghea
Beneran
mau? Di tempat biasa kita ketemuan J
To: Reno
Ok
Aku mau menerima ajakannya bukan apa-apa aku
hanya tak ingin memutuskan hubungan pertemananku dengannya. Walaupun sejujurnya
aku masih ada perasaan untuk Reno. Keesokan harinya setelah pulang sekolah aku
langsung ke sungai tempat dimana kita dulu ketemuan. Ternyata dia sudah disana.
“Hei”
sapanya. Aku hanya membalas dengan senyuman, tidak seperti biasanya aku duduk
agak jauh dari Reno. Kami berbincang-bincang biasa , aku kangen sama dia kangen
banget walau dia sering menyakitiku tapi entah mengapa aku mudah memaafkan
kesalahannya. Tiba-tiba dia mendekat dan memegang tanganku.
“Ghe...gue
masih sayang sama lo, gue tahu gue salah tapi gue nyesel udah ngelakuin itu.
gue pengen..kita kembali lagi kayak dulu” ucapnya. Aku melepaskan tangan ku
dari genggamannya.
“Sori
Ren..gue nggak bisa”
“Lo udah
nggak ada perasaan lagi sama gue?”
“Nggak
gitu Ren,” aku bingung gimana menjelaskan semuanya pada Reno.
“Ren,
aku pengen fokus dulu ke sekolah, dan aku pikir pertemanan jauh lebih baik
bukan untuk kita? Mantan pacar emang ada tapi mantan teman? Nggak akan pernah
ada Ren”
“Tapi
Ghe, gue sayang sama lo” ucapnya sekali lagi dan kembali memegang tanganku,
kemudan aku kembali menarik tangan ku.
“Ren,
udahlah. Lo juga harus raih cita-cita lo, kita harus membahagiakan orang tua.
Kalau kita ditakdirkan untuk bersama aku yakin Tuhan pasti memberikan waktu
yang tepat untuk kita bersama lagi, tapi yang jelas bukan sekarang” aku
tersenyum padanya.
Berat mengucapkan kata-kata itu karena
sebenarnya aku juga masih sayang Reno. Tapi aku sudah memantapkan hati untuk tidak
kembali padanya. Pertemanan jauh lebih baik untuk kami saat ini. Komunikasi
kami juga baik sejak kejadian hari itu
malah semakin dekat tapi ya hanya sebatas teman. Entah mengapa perasaanku pada
Reno berbeda. Tidak peduli aku berpacaran dengan siapapun perasaan ini akan
selalu ada dan aku sendiri juga tak tahu mengapa. Memaafkan Dika sangat sulit
untukku tapi memaafkan Reno semudah membalikkan telapak tangan. Haahh.... cinta
memang aneh. Aku dan Reno sepertinya Tuhan telah mentakdirkan kami seperti ini.
Perhatian yang Reno berikan tak pernah putus, semakin Reno memberikan
perhatiannya semakin aku menebalkan benteng agar tidak terpikat lagi, karena
aku sudah nyaman berteman dengannya. Aku tidak mau putus komunikasi dengan
Reno. Ku nikmati semua ini dengan ikhlas, karena aku yakin Tuhan telah mempersiapkan
sesuatu yang indah untukku dan juga untuk Reno. Kalaupun kelak kami tidak
berjodoh itu bukan masalah untukku, aku bursyukur Tuhan telah memberikan
seseorang yang spesial dalam hidupku. ‘Cinta tak harus memiliki’ aku setuju
dengan pernyataan itu. Mungkin untuk sebagian orang kata-kata itu tedengar naif.
Tapi ketika kita cinta pada seseorang dan kita sudah berusaha untuk
mendapatkannya tapi jika takdir berkata lain apa yang bisa kita perbuat? Nothing.
Karena itulah aku puas dengan pertemanan yang kami jalani saat ini, hubungan
yang jauh lebih indah dari berpacaran. Terima kasih untuk semua yang telah kau
torehkan dalam buku diary kehidupanku.
0 komentar:
Posting Komentar